Stadio Giuseppe Sinigaglia turut menjadi sorotan setelah Como 1907 diakuisisi oleh Grup Djarum. Bukan karena stadio Giuseppe mempunyai fasilitas yang memenuhi standar FIFA (Federation Internationale de Football Association). Melainkan karena lanskap keindahan alam di sekitarnya yang membuat stadio ini tampak sangat cantik sejak pandangan pertama.
Giuseppe persis bersebelahan dengan danau Como yang sering didatangi para artis dari seluruh dunia untuk liburan. Karena lanskap indahnya ini yang menjadi salah satu alasan grup Djarum membeli Como 1907.
Rumah Como 1907 dibangun oleh diktator Benito Mussolini, yang pada awalnya hanya menampung 10.000 penonton karena banyak fasilitas tribun stadion kurang layak memenuhi standar.
Awalnya stadio Giuseppe sempat diragukan bisa dipakai Como 1907 untuk berlaga di Serie A Liga Italia. Akibatnya sempat ada perbincangan bahwa Como 1907 sempat mau meminjam stadio Hellas Verona, Marcantonio Bentegodi, menjadi rumah sementara.
Tetapi hal itu tidak terjadi karena akhirnya Stadio Giuseppe Sinigaglia direnovasi supaya mampu memenuhi standar dengan berbagai fasilitas yang mumpuni serta mampu menampung 13.602 penonton yang bisa menjadi pemasukan bagi Como 1907 yang kerap kali sering diwarnai kebangkrutan.
Giuseppe tidak hanya digunakan untuk Como 1907 berlaga, stadio mungil ini adalah rumah multi guna sekaligus tempat pariwisata karena keindahan danau Como memancarkan sihirnya untuk Giuseppe.
Tidak heran jika stadio Giuseppe turut kecipratan menjadi tempat pariwisata, karena sejak zaman dahulu lanskap keindahan daerah danau Como sudah populer, bahkan bagi bangsawan Romawi.
Kekayaan alam Italia membantu roda pergerakan ekonomi bagi warga Como, dan tidak hanya untuk sepak bola saja, lebih dari itu UMKM di sana juga terbantu. Lalu kenapa hal itu tidak terjadi kepada Jakarta International Stadium, padahal sama-sama dekat danau, bahkan laut!
Jakarta International Stadium Mirip Giuseppe tapi Tak Bernasib Sama
Jakarta International Stadium (JIS) terletak di Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta itu mampu menampung 82 ribu penonton dengan luas lahan 221.000 meter persegi.
Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) pernah memberikan penghargaan untuk stadion ini sebagai stadion pertama dengan sistem atap yang dapat dibuka dan ditutup, struktur atap studio angkat dengan bobot terberat, serta stadion hijau pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat Platinum.
Sekilas dari informasi stadion JIS tidak terlihat mirip dengan stadio Giuseppe Sinigaglia, bahkan JIS jauh mempunyai fasilitas yang mumpuni daripada Giuseppe.
Kemiripannya bukan terlihat dari stadion dan isi fasilitasnya, melainkan denah tempat stadion itu dibangun. JIS juga dibangun dekat danau Sunter, dan bahkan dekat dengan laut!
Danau sunter memang tidak bisa dijadikan perbandingan dengan danau Como, tapi sihir JIS bisa didapatkan dari pantai utara Jakarta.
Dahulu Jakarta disebut Sunda Kelapa, pelabuhan terbesar kerajaan Padjadjaran di masanya. Lautan di Sunda kelapa atau sekarang Jakarta sudah menjadi tempat lalu-lalang berbagai bangsa yang mencari rempah-rempah ke Nusantara, baik dengan cara berdagang atau menjajah.
Pertanyaannya adalah kenapa dengan jejak sejarah, dan danau yang mengelilingi Jakarta International Stadium tidak menjadikannya sebagai rona pariwisata yang mengangkat daerah tersebut, atau minimal Persija Jakarta.
Alasannya sederhana, karena faktor politik tentunya! Sungguh sangat disayangkan ketika politik praktis yang terlalu mengambil alih dunia sepak bola, akibatnya JIS seolah-olah tidak berdampak apa-apa. Stadio Giuseppe yang dibangun oleh diktator saja bisa bermanfaat, maka seharusnya JIS bisa lebih dari itu untuk memaksimalkan hingga muncul kebermanfaatan.