Home » Il Partenopei: Napoli di Antara Keindahan dan Tragedi

Il Partenopei: Napoli di Antara Keindahan dan Tragedi

oleh Haekal Akbar
A+A-
Reset
Il Partenopei: Napoli di Antara Keindahan dan Tragedi

Barangkali tak banyak klub sepak bola yang memiliki julukan seolah metafora sempurna bagi dirinya sendiri. Bagi Napoli hal ini tampaknya menjadi cerminan bagi nasib mereka di kancah sepak bola. Keindahan yang selalu diiringi tragedi menjadi keadaan siklusal, dan tak ada yang lebih baik menggambarkan nasib tersebut selain julukan yang melekat pada diri mereka, Il Partenopei.

Melacak awal mula tragedi

Il Partenopei sendiri diambil dari nama seorang putri duyung dalam mitologi Yunani kuno, Parthenope, yang paling tepat digambarkan sebagai makhluk yang cantik sekaligus berbahaya. Menurut legenda, Parthenope menceburkan diri ke Teluk Napoli setelah lagu-lagunya gagal memikat raja Yunani Odysseus, dan kemudian tenggelam bersama kota baru yang yang kemudian hari dinamai Naples.

Entah bagaimana, mitos Parthenope ini bukan hanya tetap hidup dalam bentuk cerita, tapi juga sebagai representasi metaforis dari klub dari kota di selatan Italia tersebut, S.S.C. Napoli.

Metafora keindahan yang berakhir pedih ini bisa dilacak setidaknya dari sejarah Il Partenopei di medio 1960. Napoli menunjukkan kegemilangan yang membawa harapan bagi Scudetto pertama mereka.

Pada era tersebut Napoli memiliki kiper yang di kemudian hari membawa Italia memenangi Piala Dunia Dino Zoff, gelandang berbakat Antonio Juliano yang penuh kreativitas, dan pemain kawakan Omar Sívori yang sudah menua namun tetap tajam di depan gawang, Partenopei secara rutin menantang gelar juara.

Namun, hal itu pada akhirnya gagal mereka raih. Bahkan pada tahun 1975, mereka kalah dalam jumlah pertandingan yang lebih sedikit dari sang juara, Juventus, namun finis dua poin di belakang mereka. Tragis.

Naples akhirnya berbunga

Tema nyaris berhasil ini terus berlanjut selama beberapa waktu: tepatnya sampai tahun 1984. Presiden Napoli pada saat itu, Corrado Ferlaino, memutuskan untuk merogoh kocek senilai 12 juta Euro (rekor transfer terbesar pada zamannya) kepada seseorang yang kemudian hari mengubah nasib Naples, Diego Maradona. Terbukti kedatangan ‘Sang Tangan Tuhan’ tersebut membawa kebahagiaan abadi.

Pada tahun 1987–setelah penantian panjang dan nasib tragis yang berturut-turut muncul–Napoli akhirnya mengangkat Scudetto pertama mereka, menjadi yang pertama dan masih menjadi satu-satunya tim dari selatan yang memenangkan Serie A.

Pesta dan perayaan terus berlangsung selama berminggu-minggu. Parade pemakaman diadakan untuk AC Milan dan Juventus, simbol takluknya Italia Utara oleh Italia Selatan. Sebelum akhirnya musim ditutup dengan raihan Coppa Italia dengan menaklukkan klub dari utara lainnya, Atalanta, dengan skor 2-0. Sang Parthenope tampak telah berbunga hatinya.

Patah hati yang kembali datang

Meski menambah koleksi gelar dengan scudetto kedua dan medali eropa perdana UEFA cup di tiga tahun berikutnya, Dewi Fortuna tampaknya belum mau mengubah guratan nasib Napoli. Pada medio 90-an Il Partenopei seperti kembali dikembalikan ke tempat seharusnya, tempat ia berkawan nasib buruk dan kekecewaan.

Setelah finis di peringkat empat pada musim 1991-1992, Napoli secara bertahap mengalami kemunduran, baik secara finansial maupun di lapangan. Para pemain kunci seperti Gianfranco Zola, Daniel Fonseca, Ciro Ferrara dan Careca dilepas manajemen.

Performa Napoli di liga semakin menurun, dan setelah satu dekade lalu mengalami fase terbaik dalam sejarah klub, tak dinyana Napoli harus menelan pil pahit: degradasi ke Serie B pada 1997-98 setelah hanya memenangkan dua pertandingan sepanjang musim.

Ternyata degradasi belum merupakan puncak kepedihan. Patah hati sang il Partenopei yang tiada berakhir sejak satu dekade lalu akhirnya terkulminasi oleh fakta bahwa Napoli telah gagal juga membayar utang yang menumpuk akibat kemarau prestasi yang menyebabkan pemasukan yang terus menerus berkurang. Pada tahun 2004, akhirnya diputuskan bahwa Napoli bangkrut. Parthenope dibawa hanyut ombak ganas.

Kebangkitan kembali

Aurelio De Laurentiis, seorang produser film kaya raya yang tidak ingin melihat klub kampung halamannya menjadi paria dalam khazanah persepakbolaan Italia memutuskan menyelamatkan Napoli dan menata ulang manajemen.

Memulai kembali dari kasta ketiga, dalam waktu tiga tahun saja Il Partenopei kembali ke Serie A. Perlahan tapi pasti dengan kualitas manajemen yang membaik disertai injeksi keuangan untuk memperkuat skuad Napoli kembali menjadi penantang bagi dominasi kekuatan utama dari Italia Utara.

Napoli era 2015-2018 dibawah Maurizio Sarri tentu diingat para penikmat sepak bola sebagai salah satu skuad terbaik yang pernah menginjak rerumputan sejarah sepak bola. Sepak bola menyerang dengan penguasaan bola, pergerakan tanpa bola, dan umpan pendek cepat di lapangan menjadi senjata khas.

Trio Mertens, Insigne, dan Callejon menjadi momok bagi setiap lini pertahanan musuh. Il Partenopei adalah penantang gelar serius bagi Juventus yang sejak 2011 telah memenangkan gelar scudetto setiap musimnya. Napoli punya semuanya untuk meruntuhkan kekuasaan Si Nona Tua.

Namun seperti yang sudah-sudah Partenopei tampak tak bertaji dihadapan nasib. Skuad yang konsisten bermain apik, memecahkan rekor raihan poin klub di liga, dan pujian pelatih legendaris Arrigo Sacchi sebagai “hal terpenting yang terlihat di Italia dalam 20 tahun terakhir” tak bisa menjadi kunci untuk kembali meraih Scudetto Serie A setelah penantian tiga dekade lamanya.

Napoli tampak butuh ‘Sang Tangan Tuhan’ lainnya untuk mengubah nasib kutukan Partenopei.

Penantian tiga dekade

Ternyata, di tangan dingin Luciano Spalletti gelar scudetto ketiga itu diraih. Kutukan Partenopei yang menghantui tiga puluh tiga tahun lamanya berhasil dipatahkan ketika pada musim 2022/2023 dimotori oleh Kvaratskhelia dan Osimhen, berhasil mematahkan kembali kedigdayaan tim-tim utara di Serie A.

Pencapaian tersebut tentu menjadi penanda bagi tim-tim lain di Serie A bahwa Napoli tim dari selatan Italia bisa menunjukkan tajinya di era modern kasta liga tertinggi di Serie A. Sebagaimana yang tercermin dari gelaran Serie A musim ini Napoli secara konsisten mengisi tiga besar di klasemen.

Sampai tulisan ini dibuat Il Partenopei hanya tertinggal satu poin dari Inter Milan di puncak klasemen.

Jika ternyata di akhir musim Napoli yang keluar sebagai pemuncak liga, maka kita harus sepakat bahwa klub dari selatan ini telah secara serius menantang rasi bintang. Il Partenopei tak mau lagi mengulang nasib: mengawali sesuatu indah dan mengakhiri dengan tragis.

Napoli ingin menyatakan bahwa sang Parthenope telah meraih kejayaan. Memastikan bahwa meraih Scudetto bukan lagi sesuatu yang akan lepas dari genggaman; sebab kini Il Partenopei kini adalah keindahan yang tampil abadi!

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar