Home » False Nine Como Efektif Taklukkan Fiorentina di Kandang Lawan

False Nine Como Efektif Taklukkan Fiorentina di Kandang Lawan

oleh Ahmad Effendi
A+A-
Reset
False Nine Como Efektif Taklukkan Fiorentina di Kandang Lawan

Taktik coba-coba Cesc Fabregas berbuah manis. Menjajal formasi tanpa striker, Como 1907 berhasil menang atas Fiorentina di Stadion Artemio Franchi, kandang lawan, pada Minggu (16/2/2025).

Ini menjadi kemenangan ketujuh I Lariani di Serie A sekaligus membawa mereka naik ke posisi 13.

Como mengoleksi 25 poin. Poin yang sama dengan Cagliari dan Lecce di peringkat 14 dan 15 yang sama-sama meraih skor kacamata atas lawan-lawannya pada Giornata 25.

“Ini adalah kemenangan yang penting. Kami harus terus berkembang dan menjaga permainan agar tetap konsisten,” ujar Fabregas dalam sesi wawancara dengan DAZN seusai laga.

“Kami kalah dalam tiga pertandingan beruntun, dan pesan saya tetap sama: Apakah itu melawan Juve atau Fiorentina, kami memainkan sepak bola menyerang,” lanjut pelatih asal Spanyol itu.

Pionir false nine coba-coba taktik tanpa striker

Mau diakui atau tidak, Cesc Fabregas merupakan pionir false nine. Ia masih menjadi yang terbaik dalam peran “striker palsu” itu. Ajang Euro 2012 adalah arena pembuktiannya, yang mana eks gelandang Arsenal dan Barcelona itu “dipaksa” memimpin lini depan Spanyol tapi berhasil menghadiahkan gelar juara.

Namun, tak ada yang menyangka, posisi false nine kembali dihidupkan di tim yang saat ini ia tangani, Como 1907. Sebab, klub yang bermarkas di Stadio Comunale G. Sinigaglia ini punya beberapa striker elite. Seperti Patrick Cutrone yang sudah mengemas 6 gol, Anastasios Douvikas yang baru didatangkan dari Celta Vigo, serta penyerang muda Spanyol Ivan Azon.

Tiga kekalahan beruntun bikin Fabregas mau tak mau mengubah pendekatan taktiknya. Pada laga menghadapi Fiorentina, ia tetap memainkan pola 4-3-3, tapi tak menaruh satu pun striker murni di pos depan. Tiga pemain yang mengisi lini serang antara lain Assane Diao, Nico Paz, dan Gabriel Strefezza.

Tiga pemain itu ditopang trio gelandang kreatif: Lucas da Cunha, Maximo Perrone, dan Maxence Caqueret. Sementara kwartet yang menjadi palang pintu penjaga kiper Jean Butez adalah Ivan Smolcic di bek kanan, Alex Valle di bek kiri, serta Edoardo Goldaniga dan Alberto Dossena di bek tengah.

Tak cuma tanpa striker, formasi yang diturunkan Fabregas juga berisi skuad muda. Selain Dossena dan Strefezza, pemain yang menjadi starter rata-rata berusia di bawah 23 tahun. Diao, yang berusia 19 tahun, adalah yang paling muda.

Ekstra gelandang merepotkan lini tengah Fiorentina 

Sebenarnya, tuan rumah Fiorentina pun menerapkan pendekatan yang sama dengan Fabregas. Raffaele Palladino juga memainkan formasi false nine dengan memainkan Nicolo Zaniolo di pos striker. Ini imbas dari mesin gol mereka, Moise Kean, harus absen karena akumulasi kartu.

Bermain 4-2-3-1 dengan menurunkan pemain baru seperti Nicolo Faggioli dan Michael Folorunsho sejak menit awal, Fiorentina awalnya cukup merepotkan Como. Hanya 13 detik setelah kick off, Zaniolo berhasil mendapatkan ruang tembak 20 meter dari muka gawang Butez. Untungnya, sepakannya masih melambung di atas mistar.

Kurang dari lima menit berselang, La Viola berturut-turut mendapatkan dua peluang emas yang bikin fans Como deg-degan. Pertama, melalui Robin Gosens yang berhasil memanfaatkan umpan terobosan Rolando Mandragora.

Kedua, via Zaniolo yang berhasil menggocek Dossena dan merangsek masuk ke dalam kotak penalti. Kedua peluang emas ini berhasil digagalkan oleh Butez.

Sepanjang babak pertama, Como memang menguasai bola lebih banyak. Namun, serangan-serangan mereka mentok di tengah karena tak adanya target man.

Nico Paz, yang di atas kertas menjadi striker, lebih banyak turun ke tengah. Serangan-serangan pun lebih banyak diarahkan ke lini sayap.

Namun, strategi itu justru menjadi keuntungan tersendiri. Sebab, lini tengah Como menjadi lebih kuat karena ada pemain ekstra yang membantu turun.

Alhasil, Maxence Caqueret jadi lebih leluasa memamerkan sisi kreatifnya. Gelandang muda Prancis ini beberapa kali menciptakan umpan kunci yang membahayakan lawan, termasuk asis ke gol pertama Assane Diao pada menit ke ‘40.

Posisi “gantung” Nico Paz membingungkan bek Fiorentina

Ekstra gelandang Como selain bikin lini tengah Fiorentina repot, juga kerap membingungkan bek-bek mereka. Nico Paz adalah pemain yang memainkan peran kunci di sini.

Dia menempati posisi “gantung”, yakni striker tapi kerap turun jauh sampai ke pos gelandang bertahan.

Dalam situasi demikian, ini cukup bikin duet bek tengah Fiorentina, Marin Pongracic dan Luca Ranieri pusing. Kalau salah satu dari mereka harus marking Nico Paz sampai jauh ke depan, bakal ada ruang kosong yang ditinggalkan.

Ruang kosong ini beberapa kali diisi Diao yang inverting ke tengah, ataupun salah satu gelandang Como yang maju ke depan.

Namun, masalah juga timbul kalau Nico Paz tidak dikawal. Sebab, situasi tersebut memungkinkan pemain-pemain Como menguasai bola selama mungkin–menciptakan control, sehingga permainan Fiorentina tak berkembang.

Terbukti, buat mengimbangi lini tengah Como yang kokoh, Palladino berusaha adaptif. Dia mengganti gelandang-gelandang kreatifnya, yakni Danilo Cataldi dan Mandragora, dengan pemain tengah bertipe petarung: Cher Ndour dan Amir Richardson. Harapannya, dua tukang jagal ini bisa mematikan pergerakan Nico Paz di tengah.

Sayang, usaha ini sia-sia. Kehilangan dua pemain tengah yang punya kemampuan creating chance justru bikin permainan Fiorentina stagnan. Sejak pergantian itu, mereka cuma melesatkan satu peluang saja. Sisanya, permainan berputar-putar di tengah.

Como pun menghukumnya. Anak asuh Fabregas memanfaatkan situasi pemain Fiorentina yang kerap “kelamaan pegang bola di tengah”. Pressing Alex Valle ke Colpani berbuah lepas bola ke Lucas da Cunha yang langsung mengarahkannya ke Nico Paz.

Cuma perlu sedikit menggocek, menempatkan bola ke kaki kiri, eks gelandang Real Madrid ini berhasil mengarahkan bola ke sudut kanan atas gawang David de Gea. 2-0 untuk Como yang bertahan sampai akhir laga.

Kelebihan dan kelemahan taktik tanpa striker

Kemenangan 2-0 di kandang Fiorentina berhasil mengakhiri paceklik Como. Sebelumnya, I Lariani harus mengalami tiga kekalahan beruntun dari Atalanta, Bologna, dan Juventus yang bikin mereka mendekati zona degradasi.

Namun, “perjudian” Fabregas dengan mencoba taktik false nine, tanpa striker, berbuah manis. Setidaknya, untuk laga menghadapi Fiorentina, pendekatan ini efektif. Ia memungkinkan bek-bek lawan untuk berpikir keras dalam hal marking pemain.

Strategi ini cocok untuk menghadapi tim-tim attacking-minded seperti Fiorentina karena bisa mengaburkan pola serangan mereka. Namun, buat melawan tim-tim yang lebih defensive, taktik tanpa striker perlu diuji lagi. Sebab, ia terlalu menggantungkan permainan pada Assane Diao yang kerap inverting dari sayap ke striker.

Terbukti, sepanjang pertandingan Diao menjadi pemain dengan shoot terbanyak, take-on success (melewati lawan) terbanyak, hingga pemain Como yang paling sering melakukan dribble. Jika saja lawan menemukan formula untuk mematikan pergerakan Diao, bisa jadi taktik Fabregas yang bakal mandek.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar