Home » Beban Tim Terboros Italia

Beban Tim Terboros Italia

oleh Lindu Ariansyah
A+A-
Reset
Beban Tim Terboros Italia

Musim dingin ini Como menjadi tim paling aktif di bursa transfer. Setelah pada musim panas awal liga bergulir menggelontorkan 47,5 juta euro untuk merombak skuadnya, Januari 2025 ini Como lebih jor-joran lagi dengan menghabiskan total 49,2 juta euro (sekitar 825 miliar rupiah) untuk jajan pemain.

I Lariani menjadi tim Serie A terboros pada bursa transfer awal tahun ini, mengungguli belanja dua tim besar macam AC Milan (48,5 juta euro) dan Juventus (25,2 juta euro).

Sebetulnya, tidak mengherankan jika kita menyadari fakta bahwa tim ini dimiliki oleh pemilik klub terkaya di Serie A. Namun, yang perlu kita perhatikan adalah tepat atau tidak kebijakan belanja tersebut.

Saya yakin bro Hartono tidak buru-buru kebelet trofi. Beliau pasti sadar tim asuhan Fabregas ini masih terlalu piyik untuk merebut scudetto. Tetapi, melihat besarnya anggaran yang digelontorkan, tentu ia enggan dikecewakan. (Promosi harga mati!)

Inkonsistensi Individu dan Krisis Badai Cedera

Di musim dingin kali ini, Fabregas membeli delapan nama baru, meminjam dua pemain, dan merekrut seorang pengangguran. Sepuluh wajah baru tersebut membentang dari posisi kiper hingga penyerang, kecuali bek tengah.

Ini menunjukkan bahwa hampir setiap lini klub Lombardia satu ini belum maksimal. Hanya konsistensi Alberto Dossena dan Edoardo Goldaniga yang mampu meyakinkan Fabregas untuk tidak perlu merekrut bek tengah lagi. Keduanya sudah mencatatkan 20 penampilan hingga giornata ke-24 musim ini.

I Lariani bergulat dengan masalah inkonsistensi performa individu dan badai cedera. Fabregas mendatangkan Mërgim Vojvoda dari Torino dan Ivan Smolčić dari HNK Rijeka merespons krisis pos bek kanan setelah Ignace Van der Brempt mulai kerap menepi ke meja operasi.

Kekosongan posisi itu membuat Fabregas menarik Yannik Engelhardt ke pos bek kanan dari posisi aslinya sebagai gelandang bertahan (dalam laga melawan Atalanta dan Bologna). Hasilnya? Mengecewakan! Nol poin!

Di pos winger kanan juga tidak jauh beda. Separuh musim kemarin, Como praktis hanya mengandalkan Gabriel Strefezza di sayap kanan penyerangan. Performa Strefezza lumayan konsisten sebetulnya, namun masih belum cukup eksplosif untuk mendongkrak peringkat Como.

Oleh karena itu, kedatangan Jonathan Ikone dan Assane Diao ke Stadio Giuseppe Sinigaglia diharapkan dapat mengangkat produktivitas tim dan membantu merangsek ke papan tengah klasemen.

Pos bawah mistar I Lariani kini konsisten jadi milik kiper anyar, Jean Butez. Kiper Prancis itu dibeli dari klub Belgia, Royal Antwerp FC. Butez memilih menerima pinangan Como karena Jonas De Roeck (pelatih baru Antwerp per Juni 2024) lebih senang memainkan kiper muda Senne Lammens (22 tahun) ketimbang dirinya.

Padahal, Butez pernah mengukir musim mengesankan pada musim 2022-2023 lalu. Ia sukses mencatat 27 cleansheet dari 52 penampilan dan sukses mengantarkan Royal Antwerp FC meraih treble domestik (juara Belgian Pro League, Belgian Cup, sekaligus Belgian Super Cup) di bawah asuhan Mark Van Bommel pada ujung musim.

Fabregas pasti paham kualitas Pepe Reina memang tak perlu diragukan. Kiper 42 tahun itu bahkan lebih dipercaya Fabregas ketimbang Emil Audero—yang kini dipinjamkan ke Palermo. Akan tetapi, usia memang tidak bisa berbohong.

Cari kiper baru jadi solusi, tapi rasa-rasanya, Butez hanya akan jadi penambal sementara. Juni nanti, lebih-lebih jika Como mampu selamat dari ancaman turun kasta, saya pikir Fabregas akan bergeliat mencari kiper baru yang lebih muda dan potensial.

Pos ujung tombak (masih) jadi milik Cutrone seorang setelah Belotti memilih pindah ke Benfica hingga akhir musim dan Gabrielloni tak jua sembuh dari nyeri betis.

Tetapi, kehadiran Anastasios Douvikas dan Ivan Azon yang lebih muda dari tanah Spanyol mungkin bisa jadi opsi variasi manakala Cutrone sedang mampat atau tersandung cedera.

Awal Tahun yang Berat bagi Como

Sebagai “anak baru”, Como seperti gugup menyapa teman-teman barunya. Ia kerap terpeleset saat berjalan hendak bersalaman. Sepanjang paruh awal musim, I Lariani hanya empat kali dapat mencicipi poin penuh.

Tahun 2025 ini menjadi awal yang kurang mengenakkan bagi tifosi Como. Hanya Udinese yang mampu Como tumbangkan, sisanya kalah dan kalah. Fiorentina dan Napoli siap membuat Februari Como memburuk, sementara di bulan Maret, Roma dan Milan sudah menunggu untuk merampok poin tiga.

Dengan anggaran yang sudah dikeluarkan, keterlaluan jika Como tidak bisa membuat perbedaan. Misi utama jelas untuk bertahan di kasta tertinggi. Setidaknya, dengan bertahan di Serie A, Como masih memiliki daya tarik lebih untuk merekrut nama-nama beken yang lebih ekselen.

Jika itu gagal, patutlah merasa malu terhadap Udinese dan Cagliari yang tidak mengeluarkan dana sepeser pun pada bursa transfer Januari ini, namun (masih) bisa bertengger di papan tengah dan mengangkangi Como.

Di ajang Coppa Italia, Como sudah gugur di ronde pertama (babak 32 besar), Agustus 2024 lalu. Praktis fokus Como cuma bertahan di Serie A musim ini. Setelah jor-joran 96,7 juta euro (1,6 triliun rupiah!), alhamdulillah, Puji Tuhan, I Lariani kini hanya mampu berjarak dua poin dari zona degradasi…

…dan dua senti dari neraka caci maki!

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar