10 pertandingan terakhir Como 1907 gagal meraih kemenangan, dan harus puas dengan hasil imbang serta sabar menerima kekalahan.
Kambing hitam yang sering dikemukakan oleh Cesc Fabregas adalah lemahnya mental para pemain yang masih seolah-olah berada di Serie B Liga Italia.
Selain itu performa lini belakang Como 1907 juga buruk, baik dari bek maupun kipernya. Tapi apakah memang di sana poin utama masalah ini pertahanan Como 1907? Tentu faktor paling besarnya adalah mental, kedua bek dan kiper. Lalu apakah masih ada faktor lainnya.
Jika dicermati dalam beberapa pertandingan terakhir, Como 1907 selalu menerapkan formasi 4-3-2-1. Apakah mungkin karena taktik ini Como 1907 kurang berjalan mulus ketika berlaga?
Fabregas Bermain 4-2-3-1
Ketika Fabregas masih di Chelsea, Mourinho memasangya sebagai poros lini ganda tengah dengan memakai formasi 4-2-3-1 pada 2014/2015 silam.
Pada menit-menit awal Fabregas belum leluasa memainkan perannya untuk turut serta maju ke depan. Bahkan gol pertama di laga itu tercipta karena kesalahan Fabregas yang tergesa-gesa mencari celah untuk maju ke depan.
Ketika permainan semakin panas, ada sesuatu yang berubah pada formasi Chelsea, yaitu ketika tim asuhan Mourinho itu menyerang, tim tiba-tiba berubah pola menjadi seperti 4-3-3. Kendati demikian ketika Chelsea sedang diserang, polanya kembali berubah menjadi 4-2-3-1.
Skor akhir pertandingan tersebut memberikan kemenangan bagi Chelsea atas Burnley 3-1. Berkat peran Cesc Fabregas yang mampu menahan bola sembari menyediakan waktu bagi timnya maju mencari celah menunggu di depanlah yang memberikan warna baru bagi Chelsea yang pada saat itu permainannya begitu monoton.
4-2-3-1 Formasi Populer
Louis Van Gaal ketika di AFC Ajax , dan Barcelona adalah sosok yang mempopulerkan taktik 4-3-2-1. Lalu formasi ini disempurnakan oleh Pep Guardiola, yang menjadikannya taktik paling distributif.
Saking populernya, 15 dari 20 klub di Liga Primer Inggris menggunakan formasi 4-3-2-1. Mungkin ini alasan Cesc Fabregas memakai formasi Como 1907 karena Fabregas adalah mantan pemain di Liga Primer Inggris.
Lalu di di La Liga Spanyol formasi populernya 4-3-3 , lalu di Liga Italia adalah -3-5-2 atau 4-3-1-2. Saking populernya, formasi ini dianggap taktik paling sempurna dan menjadi mode default di game sepakbola.
Formasi 4-2-3-1 dianggap sebagai pilihan yang aman, terutama bagi pelatih baru atau di awal musim ketika tim memiliki banyak pemain baru. Karena sifatnya yang lebih defensif dan terorganisir, banyak manajer memilih pendekatan ini untuk meminimalkan risiko di lapangan.
Formasi 4-2-3-1 sering menghadapi kendala ketika sebuah tim tidak memiliki pemain kreatif. Dalam situasi ini, permainan cenderung stagnan, dengan bola lebih sering dioper ke samping atau ke belakang. Hanya ketika ada celah dalam pertahanan lawan, operan ke depan dilakukan, meskipun tidak semua operan tersebut menghasilkan peluang.
Formasi 4-2-3-1 di Como 1907
Ketika Como 1907 menggunakan formasi 4-2-3-1 saat kontra Venezia, Como 1907 menguasai jalannya pertandingan dengan ball possesion 66%, mendapatkan 10 kali kesempatan, 4 shots on target.
Lalu ketika Como 1907 kontra Monza, asuhan Fabregas mendominasi jalannya pertandingan dengan 54% menguasai bola, mendapatkan 17 kali kesempatan gol tetapi hanya 3 tembakan yang mengarah ke gawang.
Kemudian saat I Lariani kontra La Saviola juga mendominasi pertandingan dengan persentase 47%, dari empat kali kesempatan, Como 1907 hanya mendapatkan shots on target 1.
Dengan formasi 4-2-3-1 tidak terlalu banyak peluang shots on target yang tercipta meskipun ball possession tinggi.
Bisa jadi yang menyebabkan pertahanan Como 1907 terburuk kedua di musim ini karena asuhan Fabregas terlalu sering menggunakan formasi yang basi. Taktik 4-2-3-1 sudah seperti sistem pendidikan hafalan dan sudah banyak cara counter-nya.
Dengan strategi mainstream ini Como memang tampil dengan agresif, tetapi kelemahannya tidak terpenuhi. Cesc Fabregas dianggap berhasil memakai formasi ini ketika di Chelsea, tetapi sebagai pelatih dia belum mampu menerapkannya.