Home » Como vs Venezia: Kemenangan di Depan Mata Buyar, Mengapa Fabregas Kudu Belajar dari Slot?

Como vs Venezia: Kemenangan di Depan Mata Buyar, Mengapa Fabregas Kudu Belajar dari Slot?

oleh Ahmad Effendi
A+A-
Reset
Como vs Venezia: Kemenangan di Depan Mata Buyar, Mengapa Fabregas Kudu Belajar dari Slot?

Kemenangan Como 1907 yang sudah di depan mata akhirnya buyar. Sisa beberapa detik sebelum wasit Giovanni Ayroldi meniup peluit akhir, Ivan Smolcic malah menjatuhkan Franco Carboni di kotak terlarang.

Hadiah penalti di menit 90+5 dieksekusi dengan baik oleh Chris Gytkjaer. Gol kedua pemain 34 tahun di Serie A musim ini memastikan tim yang diperkuat kapten Timnas Indonesia, Jay Idzes, mencuri satu poin dari Stadion Comunale Giuseppe Sinigaglia, Sabtu (9/3/2025).

Kegagalan I Lariani meraih poin penuh akibat ketidakmampuan tim buat kill the game maupun mempertahankan skor. Seandainya pun Como tak bisa mengunci kemenangan via gol tambahan, paling tidak mereka bisa mempertahankan keunggulan dengan mempersolid pertahanan.

Sialnya, dua hal tadi tidak Fabregas lakukan. Gol tambahan tidak ada, pertahanan pun tak solid-solid amat–bahkan terkesan sloppy. Fabregas memang harus belajar dari pelatih Liverpool, Arne Slot, bagaimana memanajemen permainan untuk meraih poin maksimal.

Sedikit pincang di belakang

Como memulai laga dengan sedikit pincang. Mereka harus bermain tanpa bek andalan Marc-Oliver Kempf yang kena kartu merah di laga sebelumnya melawan AS Roma. Pada laga melawan Venezia, debutan berusia 19 tahun, Felipe Jack, mengawal lini belakang.

Pemuda asal Brazil itu melengkapi susunan kuartet bek Como: Ivan Smolcic (kanan), Alex Valle (kiri), dan Edoardo Goldaniga (tengah). Jean Butez tetap diandalkan sebagai penjaga gawang.

Tak ada perubahan di lini tengah dan depan. Trio midfielder Maximo Perrone, Lucas da Cunha, dan Maxence Caqueret mengawal lini tengah. Sementara trisula Gabriel Strefezza, Nico Paz, dan Assane Diao melengkapi susunan formasi tanpa striker Como.

Di kubu tim tamu juga tak ada perubahan berarti dari laga-laga sebelumnya. Allenatore Eusebio di Francesco mempertahankan pola 3-5-2 dengan Jay Idzes sebagai pengatur lini pertahanan sekaligus kapten tim. Bang Jay bersanding bersama Joël Schingtienne dan Fali Cande untuk mengawal Ionut Radu di bawah gawang.

Eks pemain Napoli, Alessio Zerbin dan pemain pinjaman dari Genoa, Mikael Ellertsson, mengawal sisi tepi sebagai wing back. Sementara Alfred Duncan, Kike Perez, dan Hans Caviglia mengisi pos gelandang. Duet Gaetanio Oristanio dan Mirko Maric yang total sudah menghasilkan tujuh gol, menjadi ujung tombak.

Jual beli serangan di babak pertama

Untuk ukuran laga yang mempertemukan dua tim promosi, babak pertama cukup menyenangkan untuk ditonton. Urgensinya jelas: Como berusaha mengembalikan tren kemenangan usia dipukul AS Roma pekan lalu, sementara Venezia berusaha menjauhi zona degradasi.

Sejak awal laga, kedua tim sudah tancap gas. Como dengan permainan bola pendeknya berhasil mengontrol lini tengah. Sementara tim tamu yang lebih direct, beberapa kali merepotkan dengan serangan balik dan bola matinya.

Menit ke-20, peluang emas tuan rumah tercipta. Sepak pojok Lucas da Cunha ditanduk dengan keras oleh Smolcic. Sayangnya, eks kiper Inter Milan itu masih berhasil menepisnya.

Tak lama berselang, gantian Venezia yang menyerang. Kini, kesalahan Smolcic di lini belakang nyaris berbuah fatal. Bola yang direbut dari kakinya mendarat mulus di kaki Zerbin. Beruntung, tendangan kerasnya berhasil diblokir dengan kaki oleh Butez.

Hingga menit ke-35, pertahanan Como berhasil diacak-acak oleh tim tamu. Alfred Duncan bahkan dua kali nyaris bikin gol. Masing-masing oleh sundulan dan sepakan luar kotak penaltinya. Sekali lagi, masih bisa digagalkan Butez.

Memang skor kacamata menghiasi paruh pertama. Namun, permainan agresif dan banyak peluang yang didapatkan kedua tim tak memberi unjuk kalau pertandingan ini membosankan.

“Supersub” Nanitamo membuka keran golnya di Como

Ketika memasuki paruh kedua, Fabregas mulai berimprovisasi. Ia langsung mengganti Strefezza dengan Jonathan “Nanitamo” Ikone yang baru saja didatangkan dari Fiorentina.

Strefezza sebenarnya tidak bermain jelek. Hanya saja ia punya karakter permainan yang berbeda dengan Ikone. Fabregas membutuhkan kemampuan cut-back dari winger kidal Prancis itu buat menambah variasi serangan.

Alhasil, sisi sayap kanan Como jauh lebih hidup. Kalau di babak pertama Strefezza terlalu banyak melakukan umpan crossing, Ikone melakukan cara yang berbeda. Ia lebih banyak melakukan tusukan ke tengah untuk mencari peluang tembak via kaki kirinya.

Empat menit bermain, Ikone berhasil merebut bola dari Cande. Ia kemudian menggocek tiga pemain, termasuk mengelabui Jay Idzes sebelum akhirnya melakukan tembakan dengan kaki kiri.

Sepakannya mengarah ke pojok kiri gawang Radu dan bikin skor berubah 1-0 untuk Como di menit ke-49.

Unggul satu gol, Como makin panas. Serangan demi serangan dilancarkan. Termasuk beberapa kali umpan silang Valle dan Smolcic yang gagal dicocor para penyerangnya.

Bahkan, pada menit ke-74 Ikone nyaris melesatkan brace. Dalam situasi sepak pojok, terjadi situasi bola liar di depan gawang Venezia. Tanpa diduga bola mengarah ke kaki kiri Ikone. Dengan sekuat tenaga, ia menembaknya ke arah gawang. Sayangnya, Radu bikin tepisan yang amat krusial.

Hingga menit ke-90, skor 1-0 tak berubah. Tampaknya Ikone bakal keluar sebagai pahlawan kemenangan. Apalagi, kemenangan ini juga akan semakin sempurna mengingat gol tadi merupakan gol pertamanya di Como sejak didatangkan dari Fiorentina pada Januari lalu.

Sialnya, petaka datang beberapa detik sebelum laga usai.

Fabregas harus belajar dari Slot

Di waktu yang tersisa, Como cuma dua pilihan untuk mengamankan tiga poin. Kill the game dengan menambah satu gol saja, atau sebisa mungkin tak kebobolan. Namun, opsi pertama dipilih Fabregas jika melihat pergantian pemain yang ia lakukan.

Alih-alih bertahan, ia memilih untuk tetap ofensif. Fabregas hanya melakukan penyegaran di lini depan dengan memasukan Alieu Fadera dan Anastasios Douvikas di lini depan. Pilihannya ini harus dibayar mahal.

Wasit Giovanni Ayroldi memberi tambahan lima menit waktu ekstra dalam pertandingan ini. Melihat Como yang tak mengendurkan serangan, Venezia juga tampil lepas. Bola-bola tinggi diarahkan ke kotak penalti. Jay Idzes bahkan sudah bertransformasi menjadi striker.

Akhirnya, kepanikan di kotak penalti Como pun terjadi. Smolcic, dengan amat ceroboh, menjatuhkan Carboni di kotak penalti pada menit 90+4. Pelanggaran begitu jelas, tanpa perlu VAR, wasit menunjuk titik putih. Chris Gytkjaer dengan mudah menyarangkan bola ke gawang Butez.

Pada titik ini, Fabregas terlalu naif. Ia terlalu canggung untuk “bermain aman”. Padahal, main aman dengan mengontrol ritme, menurunkan tempo, dan lebih bertahan, adalah cara yang lebih bijak.

Pelatih Liverpool, Arne Slot, kerap melakukan cara ini. Tujuannya adalah untuk menghemat “bensin” agar para pemain terus fokus sampai akhir laga. Terbukti, Liverpool kerap menang dengan cara “main jelek” sekalipun–tapi bikin mereka berpeluang besar juara Liga Inggris dan Liga Champions.

Cara itu tak dipakai Fabregas. Pelatih asal Spanyol ini memilih tetap ngegas sampai akhir laga. Alhasil, Como kerap kehilangan fokus di menit akhir. Tak cuma melawan Venezia, di laga sebelumnya menghadapi AS Roma, I Lariani juga harus kalah setelah kecolongan di 12 menit akhir pertandingan.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar