Semakin mahal produk yang kita beli, semakin tinggi ekspektasi kita akan kualitas dan manfaat produk tersebut. Begitu halnya dengan pembelian pemain termahal sepanjang sejarah klub Como: Maxence Caqueret.
Gelandang muda Prancis tersebut dibeli I Lariani dari Olympique Lyon dengan mahar 15 juta euro per 12 Januari 2025. Tak tanggung-tanggung, Caqueret langsung dikontrak dengan durasi 4,5 tahun.
Kontrak durasi panjang ini menunjukkan bahwa Fabregas begitu yakin dengan potensi pemain kelahiran Vénissieux tersebut.
Nilai tersebut sekaligus mencatatkan nama Caqueret sebagai pemain termahal yang pernah didatangkan Fabregas—sejauh ini. Memang, 15 juta euro mungkin bukan angka yang terlampau fantastis dalam bursa transfer masa kini. Tetapi, bagi Como, transfer Caqueret adalah rekor pembelian termahal sepanjang sejarah klub—sejak berdiri 1907.
Lantas, sepadankah rekor transfer Caqueret tersebut dengan kualitas permainan yang dimilikinya?
Mengapa Fabregas merekrut Caqueret?
Maxence Caqueret adalah produk akademi Olympique Lyon. Sejak belia, ia sudah menunjukkan potensi besarnya dengan selalu menjadi andalan timnas junior Prancis di berbagai level usia, dari U-16 sampai U-21. Di level klub, ia berhasil debut di usia 19 tahun 288 hari dalam laga melawan Strasbourg pada 30 November 2019.
Memasuki musim 2020/2021, pemain kelahiran 15 Februari 2000 tersebut mulai bermain reguler. Selama empat musim berturut-turut, Caqueret selalu tampil di lebih dari 30 pertandingan tiap musimnya. Ia selalu jadi andalan di lini tengah Les Gones, meskipun pelatih datang silih berganti.
Mulai dari Rudi Garcia, Peter Bosz, Laurent Blanc, Fabio Grosso, hingga Pierre Sage, semuanya percaya akan kualitas Caqueret. Saking terkesimanya, Jean-Michel Aulas, presiden klub Lyon (1987-2023) bahkan memproyeksikannya sebagai “calon kapten masa depan klub”.
Sayang, di awal musim 2024/2025 ini, ia kurang mendapatkan menit bermain. Kedatangan Tanner Tessmann dari Venezia dan Jordan Veretout dari Marseille, pada bursa transfer musim panas lalu, membuat persaingan di lini tengah Lyon semakin ketat. Perlahan, Caqueret pun tersisih dari daftar andalan sebelas utama.
Sejak akhir Oktober 2024, Caqueret sama sekali tidak dimainkan lagi oleh Pierre Sage.
Momentum inilah yang dimanfaatkan oleh Fabregas untuk mengajaknya bermain di Serie A. Ialah dalang kepindahan Caqueret ke Stadio Giuseppe Sinigaglia. Caqueret pun kepincut ingin berguru langsung kepada Fabregas yang selama kariernya juga bermain di posisi yang sama sepertinya; sebagai seorang gelandang.
Selain karena catatan yang mengesankan selama berseragam Olympique Lyon, Caqueret juga merupakan tipikal pemain yang dibutuhkan sekaligus disukai Fabregas: playmaker serbabisa.
Sebelum kedatangan Caqueret, Como hanya memiliki seorang playmaker pada diri Lucas Da Cunha. Ia hampir selalu turun di seluruh pertandingan Como musim ini. Tercatat, hanya dua kali saja Da Cunha duduk di bangku cadangan selama 90 menit penuh.
Naluri Da Cunha cenderung lebih ofensif. Di awal musim, Fabregas kerap memanfaatkan versatilitas Da Cunha dengan memasangnya sebagai winger, alih-alih di pos aslinya, central midfielder.
Sementara itu, Caqueret lebih fleksibel. Jika diperlukan, Caqueret juga bisa main sebagai gelandang box-to-box. Musim 2023/2024 lalu, ia menjadi pemain dengan daya jelajah tertinggi di Ligue 1 dengan jangkauan sejauh 399,6 km per 34 pertandingan.
Namun, ia juga luwes jika harus berperan sebagai deep-lying midfielder ketika tim sedang butuh peran seorang regista. Untuk fleksibilitas seperti itulah Caqueret didatangkan sebagai penyeimbang lini tengah I Lariani dalam format 4-3-3 Cesc Fabregas.
Harga berbicara
Sejak datang Januari kemarin, Caqueret hampir selalu diturunkan. Ia empat kali jadi starter, dua kali masuk sebagai pemain pengganti, dan hanya sekali dicadangkan. Pada laga debut melawan AC Milan (14/1), ia langsung mencetak assist untuk gol Assane Diao.
Gol tersebut memang lebih pantas disebut buah dari keterampilan ekselen Diao menggocek bola, tetapi pergerakan Caqueret menuju kotak penalti Milan juga turut berperan memecah konsentrasi pertahanan lawan.
Tijjani Reijnders yang terlalu fokus dengan manuver Caqueret jadi ragu untuk membantu Theo Hernandez mencegah Diao melakukan tembakan.
Dalam laga lainnya, versus Fiorentina (16/2), Caqueret juga menunjukkan visi bermainnya yang elegan. Ia mampu membaca celah peluang dan memanfaatkan kelemahan tim lawan yang keasyikan menyerang.
Cara ia memberi assist kepada Assane Diao membuat serangan balik terasa begitu praktis dan efektif. Sebagai dua wajah baru Como, chemistry keduanya tampak cepat solid.
Soal posisi bermain, meski punya atribut yang mirip dengan Lucas Da Cunha, tetapi Fabregas tak perlu harus menumbalkan salah satunya. Ia bisa saja memainkan keduanya secara bersamaan dan tetap perform.
Pada proses gol kedua Como (masih dalam laga versus Fiorentina), Da Cunha dan Caqueret menjadi penekan di ujung depan guna mengacaukan build up lawan. Begitu bola mengalir ke lini kedua, agresivitas Alex Valle dalam merebut bola membuat Da Cunha bisa berbalik menyerang dengan mengirim assist ke Nico Paz.
Dalam prosesi gol ini, Caqueret memang tidak menyentuh bola. Namun, tanpa peran pressing Caqueret, La Viola akan dengan nyaman dan mudah mengalirkan bola secara konstruktif—dari belakang ke depan.
Caqueret merupakan paket komplet. Fabregas tidak salah pilih. Harga berbicara. Sekarang, yang perlu kita tagih dari pemain termahal Como satu ini adalah konsistensi performanya hingga akhir musim. Mampu atau tidak berlian Prancis ini membantu I Lariani bertahan di piramida teratas sepak bola Italia.
Nah, itu sudah.