Home » Risalah Como 1907: Uluran Tangan Hartono “Al Mahdi” untuk Sang Petarung yang Menolak Mati

Risalah Como 1907: Uluran Tangan Hartono “Al Mahdi” untuk Sang Petarung yang Menolak Mati

oleh Aly Reza
A+A-
Reset
Risalah Como 1907: Uluran Tangan Hartono “Al Mahdi” untuk Sang Petarung yang Menolak Mati

Gemuruh tepuk tangan dan sorak-sorai menyeruak dari tribun Stadio Giuseppe Sinigaglia, markas Como 1907, pada Sabtu (11/5/2024). Wajah semringah dan haru tersaji, baik dari suporter maupun para pemain di lapangan.

Hari itu—atau dini hari Waktu Indonesia Barat (WIB)—Como 1907 dipastikan akan kembali merumput di Serie A, kasta tertinggi sepakbola Italia, setelah 21 tahun “terlunta-lunta” di lapis bawah kompetisi sepakbola Italia: hanya berkutat di Serie B, Serie C, bahkan Serie D.

Di laga pekan terakhir Serie B itu, Como 1907 menjamu Cosenza sebagai penentuan. Ia berebut dengan klub tempat Jay Idzes bermain, Venezia, yang di waktu bersamaan juga melakoni laga terakhir kontra Spezia.

Hingga menjelang menit-menit akhir pertandingan, kondisi di lapangan sebenarnya agak mengkhawatirkan bagi tim tuan rumah. Bagaimana tidak, Como 1907 tertinggal lebih dulu di menit 30’ lewat gol yang dilesatkan oleh Gennaro Tutino.

Como 1907 pun terlihat agak kesulitan menciptakan gol balasan hingga pertandingan memasuki menit 70-an. Akan tetapi, Dewi Fortuna nampaknya sedang ingin memberi kesempatan bagi Como 1907 untuk membasuh dahaga Serie A yang sudah berlangsung 21 tahun.

Pada menit 74’, Como 1907 mendapat hadiah penalti dari wasit usai Patrick Cutrone dilanggar di kotak terlarang. Simone Verdi yang masuk sebagai pemain pengganti ditunjuk menjadi algojo. Dengan tenang, dia berhasil menuntaskan tugasnya. Skor berubah menjadi 1 sama yang bertahan hingga peluit panjang pertandingan berbunyi.

Como 1907, yang saat itu dinakhodai Osian Roberts dan Cesc Fabregas, memang hanya mampu menahan imbang Cosenza dengan skor akhir 1-1. Namun, satu poin dari laga tersebut sudah cukup untuk mengantarkan Como 1907 promosi ke Serie A Italia.

Pasalnya, di laga lain, Venezia harus tumbang dari Spezia dengan skor akhir 1-2. Hasil itu membuat Como 1907 menduduki posisi runner up Serie B. Dengan begitu, ia berhak secara otomatis promosi ke Serie A mendampingi Parma. Sementara Venezia masih harus melalui laga play-off demi menyusul dua klub tersebut.

Awalnya tak ada sepakbola di Como

Jika bukan karena fakta bahwa pemilik Como 1907 adalah Grup Djarum, rasa-rasanya euforia kembalinya klub tersebut ke Serie A Italia setelah 21 tahun hanya samar saja terdengar di telinga orang-orang Indonesia. Wajar saja, nama “Como” kelewat asing, kelewat antah berantah. Dan memang demikianlah perjalanan Como 1907 di kancah sepakbola Italia.

Como adalah sebuah kota di sebelah utara Italia. Terkenal lantaran danau indahnya—Danau Como—yang menawarkan pemandangan pegunungan Alpen dan lanskap perkotaan yang menawan.

Jauh sebelum tahun1906, nyaris tidak ada warga Como yang mengenal apa itu sepakbola. Padahal, kota-kota besar lain di Italia sudah menjadi sasana kulit bundar.

Merujuk laman resmi klub Como 1907, persinggungan pertama kali warga Como dengan sepakbola terjadi pada 1906, melalui tur Eropa Sirkus Buffalo Bill yang dimanajeri oleh Charles Eldridge Griffin. Saat itu Como menjadi kota ke-28 dari 35 kota persinggahan Sirkus Buffalo Bill.

Gelaran sirkus di Como berlangsung pada 29 April 1906. Sirkus itu ternyata juga menjadi ajang untuk mengenalkan sepakbola yang turut ditampilkan sebagai bagian dari pertunjukan. Pemilik sirkus memang sudah menyukai sepakbola sejak tur sirkusnya ke Glasgow, Skotlandia, pada 1891. Namun, tanpa dinyana, permainan kulit bundar itu turut dimasukkan ke dalam bagian dari pertunjukan di Kota Como.

Warga Como, yang saat itu sama sekali belum mengenal sepakbola, pun terpikat dengan permainan tersebut. Hari-hari selepas sirkus, sekelompok pemuda lokal mulai memainkannya di tepi Danau Como. Mereka sangat menikmati. Alhasil, makin sering lah dilangsungkan pertandingan di tepi danau.

Hingga akhirnya, pada 25 Mei 1907, sekelompok pemuda yang kerap mengadakan pertemuan di Bar Taroni menginisiasi pembentukan klub sepakbola secara serius. Mereka menamai klub itu Societa Calcio Como.

Como 1907 dalam pusaran Perang Dunia dan diktator fasis

Perjalanan Como 1907 sebagai klub bola profesional bisa dibilang baru dimulai pada 1911 setelah akhirnya memiliki homebase. Di masa itu, Pemerintah Kota Como membangunkan sebuah stadion kecil bernama Via dei Mille.

Keberadaan stadion tersebut akhirnya membuat Como 1907 bisa berpartisipasi dalam kompetisi di bawah naungan induk federasi sepakbola Italia, Federazione Italiana Giuoco Calcio (FIGC). Mengingat, stadion adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebuah klub jika ingin berlaga di kompetisi profesional.

Como 1907 memulai perjalanannya sebagai sebuah klub—yang mencoba menjadi—profesional pada kompetisi amatir Promozione musim 1912/1913. Hingga akhir musim, Como 1907 mengunci posisi kelima klasemen Promozione. Sebuah awal yang tidak buruk.

Memasuki 1914, orang-orang yang terlibat di Como1907 menggelar Rapat Majelis Umum Klub demi membenahi kepengurusan. Sebab, Como 1907 ingin menjadi klub yang lebih profesional dan bisa bersaing di level-level atas kompetisi sepakbola Italia. Hasil Rapat Majelis Umum Klub memutuskan Dr. Carlo Verga sebagai presiden perdana Como 1907.

Pembenahan kepengurusan ternyata berdampak positif bagi progresivitas Como 1907. Saat turun di kompetisi Prima Categoria musim 1914/1915, Como 1907 yang tergabung di Grup E bersama Inter Milan berhasil menduduki posisi kedua. Dengan kata lain, dia berhak menemani Inter Milan—sebagai pemuncak klasemen—untuk melaju ke semifinal.

Namun sial bagi Como 1907. Merujuk catatan dari Historia, pada 1915 aktivitas klub dibekukan sementara imbas Perang Dunia I. Pembekuan itu berlangsung panjang. Hingga akhirnya pada 1926 Como 1907 bergabung dengan klub Esperia membentuk Associazione Calcio Comense.

Nasib baik baru menghampiri Como 1907 pada 1927. Diktator fasis, Benito Mussolini membangunkan homebase baru berkapasitas 13.000 orang dengan melibatkan arsitek kenamaan Italia masa itu, Giovanni Greppi. Homebase itu lah yang kemudian digunakan hingga sekarang: Stadio Giuseppa Sinigaglia.

Nama Giuseppa Sinigaglia diambil dari nama seorang atlet dayung kelahiran Como yang tewas saat dikirim ke front Perang Dunia I pada 1916. Stadion yang dibangun dalam kurun 1925-1927 itu kemudian diresmikan oleh Pangeran Kerajaan Italia, Umberto di Savoia. Stadion ini selanjutnya menjadi saksi perjalanan panjang Como 1907 terseok-seok di belantara sepakbola Italia hingga akhirnya kembali merangkak ke Serie A.

Terlempar-lempar dari Serie A, B, C, hingga Serie D

Hingga sebelum 1949, Como 1907 memang terseok-seok antara kasta kedua dan kasta ketiga Liga Italia. Euforia baru dirasakan publik Como pada 1949, saat akhirnya tim kebanggaan kota mereka berhasil tembus ke Serie A.

Memang, Como 1907 tak mencatat capaian prestisius—sekalipun untuk ukuran tim promosi—saat berlaga di Serie A sejak 1949 itu. Setelah empat musim mencicipi kasta tertinggi Liga Italia itu, Como 1907 malah harus terdegradasi: terdepak kembali ke level antah berantah. Bertahun-tahun harus Como 1907 lalui dengan berkutat antara Serie B dan Serie C.

Memasuki 1970-an, berkat performanya yang terbilang konsisten, Como 1907 digadang-gadang bakal kembali naik ke Serie A. Benar saja. Pada 1984, Como 1907 mendapat promosi ke kasta tertinggi Liga Italia lagi.

Como 1907 menemukan kejayaannya di tahun-tahun ini. Sebab, mereka berhasil mengarungi betapa kompetitifnya Serie A hingga lima musim. Bahkan, pada 1986 dan 1987, Como 1907 berhasil finis di posisi sepuluh besar klasemen.

Sayangnya, menjelang dekade 1990-an, performa Como 1907 turun sangat drastis, yang menyeretnya pada rentetan kekalahan di liga. Alhasil, nasib Como 1907 di Serie A tidak bisa diselamatkan. Persisnya pada 1989, Como 1907 lagi-lagi terdegradasi.

Pasca turun kasta, Como 1907 bahkan tak bisa bertahan di Serie B. Ia terdepak satu tingkat ke bawah lagi: Serie C. Pada akhirnya, dalam dekade 1990-an, Como 1907 lebih banyak bermain di lapis ketiga tersebut. Como 1907 memang sempat merangkak lagi ke Serie B pada musim 1994/1995. Tapi tak bertahan lama karena mereka kembali terjerembab ke bawah.

Jatuh, berdiri lagi, jatuh, berdiri lagi. Begitu lah Como 1907 hingga memasuki abad ke-21.

Selepas melalui jatuh bangun cukup panjang di dua lapis bawah Liga Italia, atmosfer Serie A kembali bisa Como 1907 rasakan pada musim 2002/2003. Sayangnya, durasi Como 1907 sangat pendek: hanya mampu bertahan selama satu musim. Performa Como 1907 benar-benar sangat buruk di musim ini. Ia kesulitan merangkak dari posisi dua terbawah. Alhasil, di akhir musim, ia menjadi tim yang terdegradasi ke Serie B.

Musim berikutnya, akibat kesulitan finansial, klub ini dinyatakan bangkrut pada 2004. Perusahaan induk Como 1907, Calcio Como SpA, pun dilikuidasi.

Como 1907 kembali hidup setelah didirikan oleh perusahaan baru, yakni Calcio Como Srl. Dari situ, ia diperbolehkan berlaga di Serie D Italia pada musim 2005/2006. Alias harus menjalani kompetisi amatir. Dua tahun berselang, Como 1907 bisa merangkak ke Serie C dan mampu bertahan selama tujuh musim.

Hanya saja, nasib kurang baik masih terus membayangi Como 1907. Pada 2016, masalah finansial kembali menghantam Como 1907. Akibatnya, klub ini gulung tikar dan dilelang. Saat itu, sebagian besar aset klub jatuh ke tangan Akosua Puni Essien, istri eks bintang Chelsea dan Real Madrid, Michael Essien. Sayangnya, Essien tak mampu berbuat banyak agar Como 1907 kembali bisa merumput.

Klub berjuluk I Lariani itu baru bisa ikut kompetisi lagi pada musim 2017/2018 setelah berada di bawah perusahaan baru bernama Como 1907 Srl. Como 1907 harus merangkak dari bawah lagi: dari kompetisi amatir Serie D. Berkat performa apiknya, Como 1907 pun bisa lekas merebut panggung di Serie C. Hanya saja, performa apik tersebut tak bertahan lama.

Di tengah kondisi klub yang terpuruk di Serie C, Hartono bersaudara—Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono—sebagai orang terkaya di Indonesia dengan Grup Djarum-nya justru mulai melirik klub ini. Lewat anak perusahaannya, SENT Entertainment, Grup Djarum lantas melakukan penjajakan untuk mengakuisisi Como 1907. Pada April 2019, kepemilikan Como 1907 pun resmi berpindah ke tangan Hartono bersaudara.

Membeli klub yang nyaris bangkrut dan terpuruk

Pada awalnya, Grup Djarum melirik Pro Vercelli, klub yang bermain di Serie C. Namun, setelah ditimbang-timbang, Grup Djarum menjatuhkan pilihan pada Como 1907. Pasalnya, jika menghitung aksesibilitas, Kota Como lebih aksesibel ketimbang Pro Vercelli. Pro Vercelli hanyalah kota kecil dan sangat jauh di Milan. Sedangkan Como—dengan pesona danaunya—merupakan jujukan turis yang mudah diakses. Jaraknya hanya 40 menit dari Milan.

Di luar urusan aksesibilitas, pada dasarnya Pro Vercelli punya potensi besar sebagai sebuah klub profesional. Menilik bahwa klub ini pernah menorehkan gelar juara di beberapa seri Liga Italia. Yang menimbulkan pertanyaan lagi adalah Grup Djarum membeli Como 1907 saat kondisi klub—untuk kesekian kalinya—hendak mengalami kebangkrutan. Lantas buat apa? Lebih-lebih Como 1907 juga sedang terpuruk di liga.

Mengutip keterangan Mirwan Suwarso, orang kepercayaan Grup Djarum untuk mengelola SENT Entertainment dalam liputan khusus Tempo, Hartono bersaudara melihat potensi lain dari Como 1907 yang tidak hanya sebatas di lapangan hijau. Tapi juga pada aspek industri luar lapangan. Oleh karena itu, Grup Djarum tak ragu menebus klub tersebut dengan harga 850 ribu euro atau setara Rp14,3 miliar.

Grup Djarum lantas menguatkan sumber daya manusia (SDM) di dalam tubuh klub. Dari yang semula hanya disokong lima karyawan, lalu ditambah hingga sekarang mencapai tidak kurang dari 200 karyawan. Organisasi klubnya pun pelan-pelan dijalankan secara profesional. Tidak seperti masa-masa sebelumnya yang terkesan amatir.

Hartono “Al Mahdi”

Pada awal-awal kepemilikan Grup Djarum atas Como 1907, Mola TV—yang juga di bawah naungan SENT Entertainment—sedang menyiapkan film dokumenter tentang pengelolaan klub sepakbola. (Di kemudian hari, diketahui film dokumenter tersebut berjudul Como 1907: The Real Story). Maka, Como 1907 dinilai menjadi objek yang sangat pas untuk proyek tersebut. Tetapi, ternyata eh ternyata, sejak dikelola oleh Grup Djarum, Como 1907 justru berkembang cukup pesat. Tidak hanya dalam hal finansial, performa di dalam lapangan pun turut terimbas. Hartono bersaudara ibarat Messiah atau Al Mahdi: dua istilah juru selamat dalam khazanah kitab-kitab samawi.

Memulai dari kasta ketiga, Como 1907 di bawah Grup Djarum nyatanya bisa melesat cepat hingga kembali bertarung di kasta kedua Liga Italia. Como 1907 lantas terus bertarung dan bertahan di kasta kedua, tanpa ingin jatuh lagi ke bawah.

Untuk memperkuat amunisi tim, pada Agustus 2022 Como 1907 mendatangkan mantan bintang Barcelona dan Timnas Spanyol, Cesc Fabregas. Meski tidak dimungkiri juga ada latar belakang bisnis di baliknya. Kedatangan Cesc Fabregas tentu juga untuk membuat dunia mengarahkan pandangan ke klub milik orang Indonesia yang tengah bertumbuh tersebut. (Ya anggap saja seperti kasus Cristiano Ronaldo ke Al-Nassr di Liga Arab atau Lionel Messi ke Inter Miami di MLS).

Sebelumnya, Fabregas bermain di Liga 1 Prancis untuk AS Monaco. Ketika tiba di Como, dia disodori kontrak unik dari manajemen: kontrak satu tahun sebagai pemain sekaligus pemilik saham. Untuk itu, dia mengajak serta rekannya, Thierry Henry (penyerang legendaris Arsenal dan Timnas Prancis) untuk ikut menanam modal di Como 1907.

Fabregas memang hanya bermain satu musim bersama Como 1907. Dia mengumumkan gantung sepatu pada akhir musim 2022/2023. Hanya saja, Fabregas memutuskan tetap di Como 1907.

Rentetan hasil buruk yang dialami Como 1907 di musim 2022/2023 Serie B membuat pelatih kepala, Moreno Longo, dipecat. Fabregas lantas didapuk menjadi pelatih sementara. Karena terbentur persoalan lisensi kepelatihan, Fabregas hanya sebentar saja mengepalai tim. Selanjutnya, Como 1907 memanggil Osian Roberts, mantan direktur Teknik di Asosiasi Sepakbola Wales (FAW), untuk menjadi pelatih kepala. Sementara Fabregas diplot sebagai asistennya.

Duet Roberts-Fabregas ternyata membuahkan hasil gemilang. Como 1907 mengakhiri musim 2023/2024 di posisi runner up yang secara otomatis membawanya kembali ke kasta tertinggi sepakbola Italia: Serie A.

Setelah 21 tahun lamanya tak merumput di Serie A, Grup Djarum kini tengah gencar-gencarnya melakukan perbaikan dalam segala aspek: menambah suntikan dana, mendatangkan pemain-pemain berkualitas, hingga perbaikan infastruktur. Perusahaan milik Hartono bersaudara itu mengajak mitra-mitranya untuk melakukan investasi besar-besaran pada Como 1907. Salah satu yang terlibat adalah mantan bintang Manchester United sekaligus bek andalan Timnas Prancis, Raphael Varane.

Dia awalnya didatangkan dari MU sebagai pemain pada Juli 2024 lalu, sebagai amunisi tambahan untuk mengarungi Serie A musim kompetisi 2024/2025. Namun, tanpa dinyana, Varane justru menyatakan gantung sepatu setelah mengalami cedera saat diturunkan di laga Coppa Italia antara Como 1907 kontra Sampdoria. Meski begitu, Varane memilih tetap di Como. Dia ingin terlibat lebih banyak dengan proyek-proyek Como 1907 yang lain.

Kini Como 1907 sudah kembali berlaga di Serie A. Musim pertama Serie A yang tidak mudah bagi Fabregas dan anak asuhnya. Namun, Grup Djarum—dengan proyek-proyek strategis yang telah mereka siapkan—nampaknya masih optimis dengan potensi Como 1907. Itulah kenapa, kabar-kabarnya, Grup Djarum tengah menyiapkan pembangunan stadion untuk klub dengan identitas warna biru langit itu: Sang Petarung yang berkali-kali menolak mati.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar